Salah satu sorotan penting yang menjadi pokok perbincangan di kalangan praktisi dengan diterbitkannya UU No. 40/2007 tentang Perseroan terbatas adalah masalah PENGAMBILALIHAN (Akuisisi). Seperti sudah disinggung di atas, ketentuan ini sebenarnya tidak fleksibel, sehingga banyak dikeluhkan di dalam praktek. Termasuk perusahaan publik/terbuka, banyak tuntutan supaya BAPEPAM mengambil sikap dan menyatakan secara tegas untuk mengecualikan ketentuan ini. Di sisi lain, menjadi tugas Departemen Hukum dan HAM untuk memberikan pengaturan lebih lanjut yang lebih jelas, lengkap dan fleksibel, termasuk merubah PP nomor 27 tahun 1998 dan PP nomor 28 tahun 1999 (yang terakhir khusus Perbankan).
Mengenai Akuisisi tersebut, di definisikan dalam Pasal 1 ayat 11 UUPT sebagai:”…. perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut”Kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam pasal 125 ayat 1:
”PENGAMBILALIHAN dilakukan dengan cara PENGAMBILALIHAN saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham”.
Memahami dengan cermat ke-2 ayat di atas adalah penting untuk dapat menganalisa apakah dalam suatu transaksi telah terjadi PENGAMBILALIHAN atau tidak.Contoh sederhana, yang menurut saya adalah PENGAMBILALIHAN adalah sebagai berikut :
1). Pemegang saham PT X, adalah A 30% dan B 70%.Kemudian A membeli 25% saham B, sehingga komposisi berubah menjadi A 55% danB 45%.
2). Pemegang saham PT X, adalah A 30% dan B 70%.Kemudian A dan B melepaskan semua saham mereka kepada C dan D, sehinggakomposisi berubah menjadi C 80% dan D 20%.
3). Sama dengan kasus nomor 1 dan 2, namun dalam hal ini datang C yang akanmengambil saham dari portepel, sedangkan A dan B tidak turut ambil bagian danmembiarkan saham mereka (A dan B) terdilusi, sehingga komposisi akhir menjadi A15%, B 35% dan C 50%.
Masih banyak contoh-contoh lain yang mungkin akan membuat kita agak sulit untuk menentukan apakah telah terjadi PENGAMBILALIHAN atau tidak.Dari contoh diatas, kita akan menemukan 2 cara PENGAMBILALIHAN seperti yang dimaksud dalam pasal 125 ayat 1, yaitu :
1).PENGAMBILALIHAN saham yang telah dikeluarkan Perseroan (kasus no. 1 dan 2)2).PENGAMBILALIHAN saham akan dikeluarkan oleh Perseroan (kasus no. 3).
Masih di dalam dalam pasal 125 ayat 1, kita juga menemukan dua Jalur PENGAMBILALIHAN, yaitu :-Melalui Direksi Perseroan atau-langsung dari Pemegang Saham.Tahapan-Tahapan Dalam Proses Pengambil-alihan
Setelah melihat pengertian, cara dan jalur dari PENGAMBILALIHAN, maka sekarang kita (notaris khususnya) harus melakukan langkah-langkah yang wajib ditempuh sesuai dengan UUPT.1). RUPS dengan korum ¾ (pasal 89)RUPS dalam transaksi PENGAMBILALIHAN harus dilakukan oleh Perseroan yang mengambilalih (dalam kasus di atas, berturut-turut adalah B (no. 1) dan C (untuk no. 2 dan no. 3), tentunya ini hanya berlaku dalam hal pihak yang mengambilalih adalah suatu PT. Karena bisa saja yang mengambil alih adalah perseorangan atau badan hukum asing.
Lebih jelasnya, kita baca pasal 125 ayat 4 UUPT:Dalam hal PENGAMBILALIHAN dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum PENGAMBILALIHAN harus berdasarkankeputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
Selain perusahaan yang mengambilalih, perusahaan yang diambilalih (dalam kasus di atas, PT X) juga harus melakukan RUPS (lihat pasal 127 ayat 1).
2). Rancangan PENGAMBILALIHANRincian tentang Rancangan PENGAMBILALIHAN dapat kita temukan di pasal 125 ayat 6. Namun yang menarik, kewajiban membuat Rancangan PENGAMBILALIHAN ini tidak berlaku apabila dilakukan melalui jalur langsung kepada pemegang saham 125 ayat 7.
3). Pengumuman KoranKetentuan yang diatur dalam pasal 127 ayat 2 inilah yang dianggap kontroversial bagi banyak kalangan bisnis, karena banyak transaksi komersial harus tertunda oleh karena :-wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, PENGAMBILALIHAN, atau Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Kewajiban pengumuman di atas tidak hanya berlaku bagi jalur melalui Direksi tetapi juga berlaku bagi jalur langsung kepada pemegang saham (lihat pasal 127 ayat 8).Jangka waktu 30 hari tersebut tidak dapat disingkat dengan alasan apapun, meskipun telah lewat waktu 14 hari bagi kreditur untuk menyatakan keberatan (pasal 127 ayat 4 dan 5).
Setelah 30 hari terlampui, maka kita dapat melakukan pemanggilan RUPS dan sesuai pasal 82 ayat 1 :-Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.
Kita dapat mengurangi jangka waktu yang 14 hari ini, apabila :a. keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadiratau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.(Pasal 82 ayat 5).
b. Atau tidak perlu diadakan RUPS dan diganti dengan : keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan (Pasal 91).
4). Akta PENGAMBILALIHANDari jalur manapun kita tempuh, keduanya harus dibuat dalam bentuk Akta notaris danberbahasa Indonesia (pasal 128 ayat 1 dan 2)
5. Pemberitahuan Perubahan AD atau Perubahan Pemegang Saham ke MenteriPasal 131 mengharuskan kita untuk menindak-lanjuti proses ini ke Menteri, baik karena terjadi perubahan AD, karena kita menggunakan cara saham yang akan dikeluarkan dari Perseroan (Pasal 131 ayat 1), maupun karena terjadinya perubahan susunan pemegang saham (pasal 131 ayat 2).
6. Pengumuman (lagi)Jadi, proses PENGAMBILALIHAN tidak hanya 1 kali pengumuman, tetapi, 30 hariterhitung sejak terjadinya PENGAMBILALIHAN, maka Direksi dari Perusahaan yangdiambilalih harus mengumumkan dalam 1 surat kabar atau lebih (pasal 133 ayat 2).
Dari uraian ringkas di atas, kita harus memulai paradigma baru bahwa setiap Jual Beli Saham yang lazim dilakukan dalam praktek harus diuji apakah termasuk kategoriPENGAMBILALIHAN atau tidak. Bila jawabannya YA, maka kita harus menempuh tahapan-tahapan di atas.
09 Juli 2008
AKUISISI (artikel disadur dari www.irmadevita.com)
Label:
Perseroan Terbatas
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar