10 Juli 2008

Kaveling Tanah Matang

Kaveling Tanah Matang diatur dalam UU No.4/1992 yang mana peraturan pelaksana dari UU tersebut keluar pada tahun 1999 yaitu dengan PP No. 80/1999. Dalam UU No.4/1992 diatur mengenai perumahan dan pemukiman yang dilaksanakan oleh orang pemilik tanah dan badan usaha.
Asas & Tujuan dari UU No.4/1992 adalah :
Ø Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup. (pasal 3 UU No.4/1992)
Ø Penataan perumahan dan permukiman bertujuan untuk (pasal 4 UU No.4/1992) :
a. Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat;
b. mewujudkan perumahan dan pemukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur;
c. memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional;
d. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan bidang-bidang lain.
Dalam UU No.4/1992 diatur maksud dari kaveling tanah matang yaitu dalam pasal 1 angka 10 :
10. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan;
Selain diatur arti dari kaveling tanah matang dalam UU No.4/1992 diatur pula mengenai arti kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap bangun (lisiba) yang mana arti dari kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun tidak terlepas dari maksud kaveling tanah matang (Pasal 1 angka 8 dan 9 UU No.4/1992).


8. Kawasan siap bangun (KASIBA) adalah sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasrana dan sarana lingkungan, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruang lingkungannya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta;
9. Lingkungan siap bangun (LISIBA) adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang;

Oleh karena itu apa dimaksud dengan kaveling tanah matang tidak terlepas dari harus adanya lingkungan siap bangun, dimana dapat dikatakan tanah tersebut merupakan kaveling tanah matang apabila tanah tersebut telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan.
Dalam pelaksanaan pembangunan perumahan dan pemukiman sebagaimana diatur dalam UU No.4/1992 ada 3 bentuk yang dapat dilaksanakan oleh orang perorangan dan badan usaha, yaitu :
1. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara atau badan lain yang dibentuk oleh pemerintah. (pasal 20 ayat 2 UU No.4/1992)
2. Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri yang bukan dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah, dilakukan oleh badan usaha dibidang pembangunan perumahan yang ditunjuk pemerintah. (pasal 21 ayat 1 UU No.4/1992)
3. Penyelenggaraan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah dapat dilakukan oleh orang perorangan dengan cara usaha bersama. (pasal 1 angka 11 UU No.4/1992)
maka untuk pelaksanaan pembangunan perumahan dan pemukiman melalui kasiba dan lisiba sehingga timbul adanya Kaveling Tanah matang oleh orang perorangan dalam UU No.42/1992 diatur untuk orang dapat melaksanakan pembangunan perumahan dan pemukiman dengan cara Konsolidasi tanah pemukiman sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 11 UU No.4/1992 :
11. Konsolidasi tanah permukiman adalah upaya penataan kembali penguasaan, penggunaan, dan pemilikan tanah oleh masyarakat pemilik tanah melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan siap bangun dan menyediakan kaveling tanah matang sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruangnya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Sedangkan penyelenggaraan kasiba dan lisiba yang bukan dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah dengan cara konsolidasi tanah pemukiman dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara atau badan lain yang dibentuk oleh pemerintah dan badan usaha dibidang pembangunan perumahan yang ditunjuk pemerintah.
Maka apabila penyelengggaraan lisiba yang bukan dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah dengan cara konsolidasi tanah pemukiman, maka tanah-tanah yang terbentuk dari adanya lisiba berupa kaveling tanah matang tersebut maka tanah-tanah tersebut akan mempunyai hak diluar Hak Milik karena apabila penyelenggaran tersebut merupakan badan usaha maka tidak dapat diberikan tanah Hak Milik tapi hanya dapat diberikan tanah Hak Guna Bangunan dan/atau Hak Pakai berdasarkan UUPA.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 11 UU No.4/1992 maka orang perorangan sebagai pemilik tanah dapat melaksanakan pembangunan permukiman melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan siap bangun dan menyediakan kaveling tanah matang sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II.
Oleh karena itu untuk penyelenggaraan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah, maka tanah hak tersebut dapat berupa Hak Milik.

Dalam UU No.4/1992 pasal 26 ayat 1, 2, 3 :
1) Badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang membangun lingkungan siap bangun dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa rumah.
2) Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 24, sesuai dengan kebutuhan setempat, badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang membangun lingkungan siap bangun dapat menjual kaveling tanah matang ukuran kecil dan sedang tanpa rumah.
3) Kaveling tanah matang ukuran kecil, sedang, menengah, dan besar hasil upaya konsolidasi tanah milik masyarakat dapat diperjual belikan tanpa rumah.
Berdasarkan pasal 26 ayat 1 & 2 tersebut diatas maka Badan usaha dibidang pembangunan dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa rumah kecuali untuk ukuran kecil dan sedang badan usaha tersebut dapat menjual kaveling tanah matang tanpa rumah.
Akan tetapi untuk kaveling tanah matang hasil upaya konsolidasi tanah milik masyarakat dapat diperjual belikan tanpa rumah pasal 26 ayat 3.

Dalam peraturan pelaksanaan UU No.4/1992 yaitu PP No.80/1999 yang dimaksud dengan Badan usaha adalah badan yang kegiatan usahanya di bidang pembangunan perumahan dan permukiman yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Apabila yang dimaksud dengan badan usaha merupakan badan hukum, maka atas tanah pemukiman tersebut hanya dapat diberikan HGB atau Hak Pakai berdasarkan UUPA.

Berdasarkan perkembangan yang ada keluar peraturan dari Surat Edaran Menteri Perumahan dan Pemukiman RI nomor 109/UM-0/01/M/09/1999 (Peraturan belum punya), yang berisi :
“Jual beli kaveling tanah matang harus dilaksanakan dengan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT dengan syarat :
- Pajak terutang untuk jual beli kavling tanah matang sudah dilunasi;
- Hak atas tanah kaveling tanah matang tidak dapat dijual lagi dalam waktu 2 tahun sejak dilaksanakan dengan akta jual beli”.
Sehingga sejak 2 tahun dari akta jual beli kavling tanah matang tersebut tidak dapat dialihkan lagi sebelum ada rumah.

Kemudian ada ketentuan berdasarkan Surat Badan Pertanahan Nasional nomor 600-3363 tanggal 24 Desember 2002 (peraturan belum punya), yang berisi :
“Untuk perorangan/ahli waris yang melakukan penjualan kavling atau pemisahan tanah waris tanpa rumah, sesuai hak keperdataanya dapat diijinkan dengan ketentuan bidang tanah yang dialihkan sesuai dengan rencana tata ruang bidang tanah yang dialihkan”.

Pengendalian terhadap penguasaan kavling tanah matang sebagaimana dimaksud Surat Edaran Menteri Perumahan dan Pemukiman RI nomor 109/UM-0/01/M/09/1999 tanggal 27 September 1999 perlu dievaluasi oleh seksi pengaturan penguasaan tanah sebelum diproses pemindahan haknya. (Surat Edaran Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Jawa Barat nomor 410-2534-2001, peraturan belum punya).

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka :
1) peraturan Surat Edaran Menteri Perumahan dan Pemukiman RI nomor 109/UM-0/01/M/09/1999 hanya berlaku untuk pasal 26 ayat 1 dan 2 yaitu kavling tanah matang tidak dapat dialihkan lagi apabila tanah tersebut dibeli dari Badan Usaha atau penyelenggara pembangunan perumahan dan pemukiman adalah Badan Usaha..
2) Peraturan Surat Edaran Menteri Perumahan dan Pemukiman RI nomor 109/UM-0/01/M/09/1999 tidak berlaku untuk pasal 26 ayat 3, yaitu kavling tanah matang hasil konsilidasi, karena dalam Penjelasan Pasal 26 ayat 3 UU No.4/1992 kavling tanah matang hasil konsilidasi tanah masyarakat merupakan milik masyarakat sendiri, oleh karena itu para pemilik tanah mempunyai kebebasan memperjualbelikan baik dengan rumah atau tanpa rumah (Penjelasan Pasal 26 ayat 3).

3) Apabila orang perorangan melakukan pemisahan (splitsing) atas sebidang tanah dengan status hak atas tanah tersebut Hak Milik yang dimilikinya untuk menyediakan sarana perumahan dan pemukiman apakah termasuk dalam Penyelenggaraan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah dengan upaya Konsolidasi tanah permukiman ?
Apabila hal tersebut masuk dalam kategori konsolidasi tanah pemukiman maka berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat 3 UU No.4/1992, maka keveling tanah matang tersebut dapat diperjual belikan baik dengan rumah maupun tanpa rumah dan tunduk pada peraturan pelaksana UU No.4/1992 yaitu PP No.80/1999.
Apabila hal tersebut tidak termasuk dalam konsolidasi tanah pemukiman maka tanah tersebut dapat diperjualbelikan dan UU No.4/1992 dan PP No.80/1999 tidak merupakan dasar larangan jual beli kaveling tanah matang yang belum ada bangunan.

4) Untuk tanah-tanah hak berupa Hak Milik tidak dapat berlaku ketentuan pasal 26 ayat 1 dan 2 UU No.4/1992 oleh karena pasal tersebut untuk Badan Usaha dan Badan Usaha tidak dapat memiliki tanah dengan status Hak Milik.

0 komentar:

 
© Copyright by HUKUM & TRADING FOREX  |  Template by Blogspot tutorial